Foto Ilustrasi Jalan Tol |
portalbanua.com, SOLO
Pengamat Transportasi sekaligus Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika
Soegijapranata Djoko Setijowarno menyoroti rencana pembangunan jalan tol
Lingkar Timur-Selatan Solo. Diketahui, sebelumnya Wali Kota Solo Gibran
Rakabuming Raka menyebut pembangunan jalan tol Lingkar Timur-Selatan itu untuk
mengatasi kemacetan. Tol ini akan melewati Klaten, Sukoharjo, dan Karanganyar.
"Solo punya masalah tapi penyelesaian
tidak harus membangun atau memperbesar kapasitas. Jadi pendekatannya itu
salah," kata Djok.
Baca juga: Gibran Sebut Tol Lingkar Solusi
Atasi Kemacetan di Solo
Djoko
menyarankan agar Solo mengoptimalkan moda transportasi Batik Solo Trans (BST)
sebagai langkah mengatasi permasalahan kemacetan. Sejauh ini dia menilai
operasional BTS belum optimal.
Menurut dia pembangunan jalan tol tidak akan
menyelesaikan masalah kemacetan. Hal ini berkaca dari pembangunan jalan tol di
Jakarta. Keberadaan jalan tol tersebut belum dapat menyelesaikan masalah
kemacetan di Jakarta. "Jadi justru Solo itu kesempatan dia mengoptimalkan
Batik Solo Trans-nya. BST itu belum maksimal. Minta dukungan dari tiga
kabupaten tadi. Kalau pembangunan tol itu pengalaman tidak menyelesaikan
masalah. Di Jakarta bangun jalan tol sudah berapa? Macetkan. Jangan diulangi di
Solo," jelas dia.
Dia menilai saat ini merupakan kesempatan bagi
Pemkot Solo untuk berinvestasi. Jika tetap dilakukan pembangunan jalan tol
banyak dampak lahan pertanian akan habis. "Justru Solo mencari peluang
perbesar perbaikan inovasi untuk BST itu jauh lebih baik. Karena kalau bangun
tol dampaknya lahan pertanian habis, kasihan kan. Tol Trans Jawa itu
menghabiskan berapa lahan pertanian," ujar Djoko.
Di
sisi lain, Djoko tak mempersoalkan jika dilakukan pembangunan jalan lingkar.
Sebab jalan lingkar ini merupakan rencana awal sebelum akhirnya muncul rencana
pembangunan jalan tol
Menurut Djoko jalan lingkar ini akan
memberikan banyak manfaatkan kepada masyarakat khususnya di wilayah yang
dilewati.
"Kalau jalan lingkar enggak apa-apa.
Karena itu sudah lama ya. Kanan kirinya akan hidup aksesnya dibatasi. Bedanya
apa jalan lingkar dengan daerah lain, bedanya jalan lingkar Solo tidak banyak
akses masuk ke sana. Kalau jalan lingkar di daerah lain itu lebih banyak. Itu
keliru macet juga. Jadi jalan lingkar dengan akses yang terbatas semi tol,"
tandas dia.
Djoko pun lebih setuju jika direalisasikan untuk pembangunan jalan
lingkar bukan jalan tol. Pasalnya, pembangunan jalan tol akan menghilangkan
banyak lahan pertanian dan sumber mata air. "Saya setuju itu jalan
lingkar. Tapi jangan tol. Kasihan lahan subur kok. Lahan pertanian habis,
sumber mata airnya tutup. Atau membangun tolnya layang. Tapi mahal (biayanya).
Itu bisa 10 kali lipat per kilonya. Tapi masa depan anak, cucu kita masih makan
nasi," ungkap Djoko.
Djoko
meminta supaya Kota Solo bisa meniru Singapura. Di mana publik transportasi
menjadi back bone mobilitas masyarakat.
"Bangunlah publik transportasi seperti
Singapura yang tanpa jalan tol bisa menarik cukup banyak pelancong ke
wilayahnya. Jika ada jalan lingkar dapat dilengkapi terminal barang untuk
tempat istirahat pengemudi truk. Terminal barang belum ada di Pulau Jawa,"
jelas Djoko.
Menurut Djoko di Indonesia hanya ada dua
terminal barang, yakni di PLBN Skow (Jayapura, Papua) dan PLBN Entikong (Kalbar).
"Wali Kota Solo dapat meminta Kemenhub membangun Terminal Angkutan Barang
di jalan lingkar," kata Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan
Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat.(brt/adh/tim)
0 Komentar