portalbanua.com, JAKARTA
Pemerintah luncurkan aturan baru BBM berlaku 1 Januari 2023. Tepat awal tahun, 3 jenis
BBM resmi dihapus. Benarkah aturan baru tersebut menyenggol Pertalite, Pertamax
dan solar
Pertalite dan Pertamax adalah Bahan Bakar Minyak dengan
kandungan kadar oktan RON (90). Sedangkan 3 jenis BBM dihapus mulai 1 Januari
2023 ialah BBM dengan kadar oktan RON 87, RON 88 dan RON 89.
Sedangkan Solar merupakan jenis BBM lain sebab nilai
oktannya dalam bahan bakar diesel disebut Cetane Number (CN). Solar memiliki
kadar Oktan CN 45 sebagai tanda kualitas pembakaran di ruang mesin.
Perbandingan kadar oktan
(RON) menyenggol posisi Pertalite dan Pertamax di dalam aturan baru BBM.
Dengan demikian, 3 jenis
BBM dihapus itu akan diberhentikan peredaran jualnya mulai 1 Januari 2023 di
seluruh SPBU Indonesia baik swasta maupun milik pertamina.
Aturan baru BBM ini
dikeluarkan berdasar pada Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
No. 245.K/MG.01/MEM.M/2022.
Di dalam surat keputusan
Menteri ESDM menyinggung soal aturan baru BBM tentang penjualan 3 jenis BBM
dilarang mulai 1 Januari 2023.
Tujuan penghapusan BBM
dibawah RON 90 sebagai upaya peningkatan standar dan mutu penjualan BBM di
tanah air mengikuti kebijakan Menteri ESDM.
Kemudian, 3 jenis BBM
dibawah RON (90) ialah Premium dan Revvo 89 disebutkan dalam aturan baru
BBM berlaku 1 Januari 2023.
Dalam pengaplikasian pada perahu nelayan, bahan
bakar pengganti Pertalite ini akan bikin irit hingga 30 persen setara Rp
7.2 juta per tahun (konsumsi 10 liter BBM solar per hari).
“Kebutuhan pasokan gas
untuk BBG transportasi kurang lebih 40 BBTUD di tahun 2027.
Sedangkan penggunaannya,
diperkirakan meningkat hingga 410 juta LSP. Dampak lanjutannya, akan menghemat
APBN untuk mengurangi BBM subsidi hingga Rp 1.25 T per tahun dengan asumsi
subsidi BBM sebesar 3000 rupiah per liter,” ungkap Haryo.
Dalam mendukung program
pengganti Pertalite dengan CNG tersebut, pihak Pertamina akan
pemanfaatan SPBG milik Pertamina yang dibangun menggunakan dana
mandiri dan APBN.
Saat ini tersdapat 35 SPBG untuk direaktivasi secara
bertahap dan terdapat juga 3 unit di Semarang yang telah direvitalisasi.
Menurut Haryo, kenaikan
harga minyak dunia dan BBM dalam negeri menjadi momentum yang tepat untuk
optimalisasi gas bumi.
Selain itu hal ini juga untuk meningkatkan kinerja bisnis SPBG, akselerasi gas bumi sebagai BBG oleh PGN akan memberi dampak penghematan bagi masyarakat, subsidi energi dan devisa negara. (brt/adh/tim)
0 Komentar