Survei: Kebanyak Orang Indonesia Pinjam Uang di Pinjol

Pinjaman Online

portalbanua.com, JAKARTA


Pinjaman online (pinjol) merupakan salah satu alternatif masyarakat agar bisa mendapatkan uang. Namun jika terjebak di pinjol ilegal, justru bisa mencekik dan bikin sengsara.

Hal ini karena pinjol ilegal tidak memberikan dana sesuai dengan yang diajukan karena potongan yang diberlakukan sangat besar. Lalu bunga yang dikenakan juga sangat besar dan mencekik pengguna.

Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari mengungkapkan modus yang digunakan pinjol ilegal makin meresahkan. Dia menceritakan dirinya sempat bertemu dengan seseorang yang memiliki utang di pinjol ilegal Rp 2 juta.

Namun, orang tersebut tak mampu membayar. Kemudian datanglah mitra pinjol ilegal itu dan menawarkan pinjaman.

BACA JUGA: Bank Kalsel Dukung FWE Kalsel Cup Soccer Tournament

"Nah si pinjol ilegal ini teman-temannya datang ke orang itu dan menawarkan pinjaman. Sampai digulung 40 pinjol dan pinjaman dari Rp 2 juta sampai bengkak Rp 200 juta. Sampai harus jual rumah orang tuanya," jelas dia.

Friderica mengungkapkan dari hasil survei kebanyakan orang Indonesia meminjam di pinjol ilegal untuk membayar utang lain 21% responden dan 29% lainnya untuk memenuhi gaya hidup.

Lalu ada juga yang memang terdesak kebutuhan sehingga membutuhkan dana cair yang lebih cepat. Ada juga untuk kebutuhan mendesak, perilaku konsumtif. "Ada juga karena tekanan ekonomi, membeli gadget baru, membayar biaya sekolah sampai literasi pinjaman online yang rendah," ujarnya.

Selain itu, pinjol ilegal ini juga sulit untuk diberantas karena lokasi server yang banyak ditempatkan di luar negeri. Dari data Kementerian Kominfo per 2018 sebanyak 1.270 pinjol ilegal lokasi servernya 22% di Indonesia, 14% di Amerika Serikat (AS), 8% di Singapura, dan 12% lainnya tidak diketahui.

Menurut dia, sekarang tingkat literasi masyarakat juga masih rendah. Karena tidak memeriksa legalitas pinjol yang akan digunakan.

"Pemahaman terhadap pinjol juga masih terbatas dan adanya kebutuhan mendesak karena kesulitan keuangan," jelas dia. (brt/adh/tim)


 

0 Komentar